Ungkapan-Ungkapan Lingual Tradisi Larab Selambu Makam
Pangeran Samudra di Gunung Kemukus :
(Suatu
Kajian Etnolinguistik)
A.
Pendahuluan
Bahasa
merupakan bagian unsur kebudayaan manusia. Bahasa dan budaya juga dipahami
aktualitasnya saling berdampingan karena keduanya merupakan ekspresi verbal dan
nonverbal dalam kehidupan manusia. Etnolinguistik merupakan perpaduan antara
etnologi dan linguistik, sehingga dengan mempelajari Etnolinguistik kita dapat
mengetahui hubungan antara kebudayaan dengan masalah bahasa.
Kebudayaan
merupakan nilai-nilai dan gagasan manusia terhadap lingkungan. Kebudayaan yang
ada di masyarakat merupakan salah satu warisan nenek moyang. Kebudayaan adalah
keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Koentjaraningrat,
2009:144)
Suatu
perubahan kebudayaan cepat atau lambat sangat bergantung pada manusia sebagai
pendukungnya. Perubahan bergantung dengan sikap masyarakat terhadap kebudayaan dan bagaimana cara masyarakat menanggapi kebudayaan.
Kabupaten
Sragen merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang masih menjaga dan
melestarikan kebudayaannya. Wujud kebudayaan tersebut akan membentuk suatu
tradisi. Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari
suatu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi diadakan untuk menghormati para
leluhur yang hidup sebelum kita. Tradisi yang dimaksud adalah Tradisi Larab
Selambu Makam Pangeran Samudra. Pangeran Samudra adalah anak Brawijaya 5 yang
berasal dari kerajaan Majapahit. Pangeran Samudra meninggal dan jasadnya
dimakamkan di Gunung Kemukus.
Tradisi
Larab Selambu Makam Pangeran Samudra dilakukan di Desa Pendem, Kecamatan
Semberlawang, Kabupaten Sragen. Tradisi ini dilakukan beberapa puluhan tahun
yang lalu dan diperingati setiap tanggal 1 Muharram (1 Sura).
Berdasarkan
uraian diatas, penulis akan meneliti “Ungkapan-ungkapan Lingual Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra di
Gunung Kemukus” dengan menggunakan pendekatan Etnolinguistik. Tradisi ini
banyak perlengkapan yang digunakan dan memiliki makna tersendiri.
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis akan membuat rumusan masalah sebagai berikut
1.
Bagaimana makna leksikal dan makna
kultural Ungkapan-ungkapan
Lingual pada Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra di Gunung Kemukus ?
2.
Bagaimana pola pikir masyarakat sekitar
Gunung kemukus dengan adanya tradisi Larab Selambu tersebut ?
B. Pembahasan
Tradisi adalah suatu kebiasaan. Kebudayaan nguri-uri
adiluhur, mengingat napak tilas, handarbeni, dan menghormati leluhur yang hidup
sebelum kita. Handarbeni nguri-uri adalah orang itu mulia, sedangkan mulia
dimuliakan dan dihormati oleh semua orang atau warga itu disebut nguri-uri
napak tilas. Tradisi Larab Selambu diadakan untuk menghormati Pangeran Samudra.
Pangeran
Samudra adalah anak dari Brawijaya 5 yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Majapahit mengalami peperangan, ketika itu Brawijaya menyuruh Pangeran Samudra pergi ke
Demak menemui Raden Patah. Pangeran Samudra berguru agama Islam kepada Raden
Patah. Setelah dewasa, beliau menyebarkan agama Islam mulai dari Demak menuju
Gunung Lawu dan kembali ke Demak. Beliau
jatuh sakit ketika perjalanan menuju Demak. Pangeran Samudra meninggal di salah
satu daerah yang kini di kenal dengan Desa Modra dan untuk menghormati beliau
maka jasadnya di makamkan di Gunung Kemukus.
Tradisi
Larab Selambu dilakukan karena jasad Pangeran Samudra di makamkan di Gunung
Kemukus otomatis ditemani barang-barang maksudnya selambu, pusaka agung dan
sesuatu yang ada disini. Larab maksudnya dilarab, dianter, disucikan, dicuci
dengan air mengalir dari sungai kemudian setelah suci dijamasi dengan 7 mata
air/ sumber 7 menurut orang Jawa.
Tradisi dilakukan sudah beberapa puluhan
tahun yang lalu semenjak adanya makam Pangeran samudra. Kegiatan tersebut
dilakukan setiap tanggal 1 Muharram (1 Sura). Tradisi ini dibagi dalam 2 bagian
yaitu 1 hari menjelang 1 Sura dan tepat tanggal 1 Suranya. Kegiatan itu meliputi
kirab Gunungan Sedekah Bumi bersama warga Desa Pendem, malam harinya digelar tirakatan
bersama di Bangsal Pangeran Samudra, sedangkan tepat 1 Sura kegiatan Upacara
Tradisi Larap Selambu dan puncak acara berupa Hiburan Klenengan dan Pagelaran
Wayang Kulit semalam suntuk,
Tirakatan ini dilakukan sebelum proses larab
selambu.
Menurut leluhur kegiatan ini mengirim doa, sedangkan menurut agama Islam doa
tahlil akbar. Seusai tahlilan itu dalam bahasa jawanya lek-lekan/melek-melekan artinya tirakatan / nglarab berkah dihari
yang sangat dinanti-nantikan yaitu 1 Sura.
Prosesi larab selambu diawali dengan membawa
air kembang, selambu, dan kain mori serta uba rampe berupa sesaji menuju aliran
sungai yang bermuara di Waduk Kedung Ombo. Rombongan pembawa perlengkapan
dikawal sejumlah prajurit. Uba rampe yang dibawa berupa jajan pasar,
buah-buahan, rokok, dan kembang yang dihanyutkan
di aliran sungai. Prosesi melarungkan
sesaji selesai, kemudian rombongan mencelupkan selambu yang ditempatkan dalam
keranjang ke dalam aliran sungai. Air bekas celupan selambu siap untuk direbut
warga.
Pengunjung dan peziarah memperebutkan air
jamasan atau sisa cucian, sesaji, dan kain mori. Mereka mempercayai bahwa
benda-benda tadi dapat mendatangkan tuah. Puncak acara Larap Selambu Gunung
Kemukus selalu terletak pada perebutan sisa air cucian selambu ini. Beberapa
ungkapan lingual tradisi larab selambu makam Pangeran Samudra di bawah ini akan
dijelaskan berdasarkan makna leksikal dan makna kultural :
1.
Larab
Makna leksikal, larab berarti di cuci menggunakan air yang sudah diberi
doa.
Makna kultural, larab bermakna mensucikan, membersihkan diri di hari yang
sangat baik. Larab diibaratkan sarana manusia untuk mensucikan diri di hari
yang di nanti dan itu bukti ketakwaan manusia kepada TYME.
2. Juru kunci
Juru kunci
adalah seseorang yang menjaga tempat keramat seperti makam kerajaan dan gunung.
Juru kunci tidak sembarang orang. Juru kunci harus mengerti semua tentang
tempat keramat yang dia jaga.
Awalnya
juru kunci digunakan untuk menyebut penjaga makam tokoh keramat. Makam ini
biasanya berbentuk bangunan yang dikunci. Ketika orang datang untuk berziarah juru
kunci baru membukakan pintu makam itu, namun pengertian juru kunci sekarang
berkembang keman-mana.
3. Selambu
Makna
leksikal, selambu atau tirai terbuat dari kain digunakan untuk pelindung
disekitar tempat tidur kita agar jauh dari nyamuk dan memberi hawa hangat
ketika musim penghujan.
Makna
kultural, selambu sebagai pelindung atau memberi kenyamanan pada arwah yang
telah mendahului kita, sebab dalam konteks ini selambu digunakan sebagai
penutup makam Pangeran Samudra. Selambu ini memberi ketenangan pada Sang
Pangeran, karena dulunya selambu ini yang menemani beliau.
4. Menyan/Dupa
Makna leksikal, Dupa atau hio atau menyan adalah sebuah material yang
menggunakan bau. Dupa mengeluarkan asap ketika dibakar. Dupa biasanya digunakan
sebagai pengharum ruangan maupun sebagai bentuk penghormatan kepasa leluhur
kita yang telah tiada, namun semua bergantung warna dupa yang digunakan.
Makna kultural, dupa bermakna jalan suci berasal dari kesatuan hatiku,
hatiku dibawa melalui keharuman dupa. Asap dupa membubung tinggi ke atas
bermakna bahwa persembahan kita diterima yang di atas. Proses atau tradisi yang
kita jalankan bisa berjalan dengan lancar.
5. Kembang setaman
Makna
leksikal, kembang setaman biasanya seperti mawar, melati, kenanga, dan kantil.
Bunga ini biasanya dicampur jadi satu dalam wadah tertentu kemudian diberi
dengan air.
Makna
kultural, bunga mawar yang artinya awar-awar supaya hatinya selalu terjaga dari
nafsu negative, bunga melati yang berarti kesucian, bunga kenanga yang artinya
akan selalu terkenang dan bunga kantil yang artinya tansah kumanthil, hatinya
selalu terikat dengan leluhur kita dan kedua orang tua. Bunga setaman memiliki
makna kita sebagai manusia harus menjadi seseorang yang terjaga dari nafsu
negative, menjaga kesucian kita, dan selalu mengenang/mengingat pesan/pepeling
dari orang tua kita maupun leluhur kita.
6. 7 mata air/ sumber 7
Makna
leksikal, 7 mata air adalah air yang benar-benar dijaga kesuciannya. Air ini
bukan sembarang air. Air ini berasal dari sendang Ontrowulan, sendang yang
tidak bakal habis airnya, kemudian berasal dari sendang taruna dan sendang-sendang
keramat yang bermuara di sekitar Gunung Kemukus.
Makna
kultural, 7 mata air ini bermakna membersihkan dan mensucikan benda-benda yang
dijaga. Sendang Ontrowulan digunakan Ratu Ontrowulan untuk mensucikan diri
ketika ingin bertemu dengan anaknya Pangeran Samudra. Ibaratkan saja kalau
benda itu manusia, manusia yang bersuci menggunakan air ini insya allah akan
bersih hati dan pikirannya, dengan itu bisa menambahkan ketakwaan kepada TYME.
7. Jajanan pasar
Jajanan
pasar biasanya terdiri dari dari kelapa, pala kependhem, kopi, rujak dll. Makna
dari itu semua adalah untuk sedekah mengharap keselamatan hidup dari rohani,
jasmani maupun hal-hal halus.
Jajanan
pasar adalah lambang dari sesrawungan (hubungan kemanusiaan, silaturahmi)
lambang kemakmuran. Pasar adalah tempat bermacam-macam barang, seperti buah-buahan,
makanan anak-anak, dan makanan tradisional.
8. Gunungan buah sayuran
Makna
leksikal, gunungan buah dan sayuran adalah rangkaian buah-buahan dan sayur
mayur yang dirangkai membentuk gunung atau kerucut yang merupakan hasil dari
tanaman manusia.
Makna
kultural, gunungan buah sayuran merupakan bentuk syukur warga desa kepada TYME,
karena telah memberikan kekuasaan dalam bentuk hasil bumi yang sangat bagus.
9. Nasi tumpeng
Makna
leksikal, nasi tumpeng adalah beras hasil pertanian manusia yang dimasak
menjadi nasi putih biasanya dibentuk mengerucut menyerupai gunung kecil.
Makna
kultural, nasi tumpeng sendiri warnanya putih. Warna putih itu melambangkan
kesucian, dengan tulus, suci, ikhlas memohon berkah kepada tuhan agar
permohonan yang diinginkan cepat terkabul. Bentuk
gunungan dapat diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita semakin
“naik” dan “tinggi”.
10. Ingkung
Makna
leksikal, ingkung adalah ayam jago atau ayam jantan yang sudah dibersihkan semuanya lalu dimasak
dengan bumbu kuning/kunir.
Makna
kultural, ingkung merupakan symbol menyembah Tuhan dengan khusuk (menekung)
dengan hati yang tenang. Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan
sabar. Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna untuk menghindari sifat-sifat
buruk pada manusia yang dilambangkan oleh ayam jago seperti sombong, merasa benar sendiri, tidak setia,
dan tidak perhatian pada keluarga.
11. Gudangan
Makna leksikal,
gudangan ini biasanya sayur-sayuran berupa kecambah, kacang, bayam, kangkung
dan bumbu urap. Sayur-mayur itu dimasak sampai matang sedangkan bumbu urap
berasal dari parutan kelapa, Lombok yang dikukus menggunakan daun pisang.
Makna
kultural, sayur melambangkan warga masyarakat yang terdiri dari perbedaan suku,
adat, agama namun masyarakat itu mempunyai tujuan dan maksud yang sama. Sayur
diurap sebagai simbol bersatunya perbedaan dengan melambangkan sifat
kekeluargaan dan persatuan.
12. Gedhang raja
Makna
leksikal, gedhang raja atau pisang raja adalah salah satu nama pisang yang
berwarna kuning sekaligus menjadi rajanya pisang diantara pisang lainnya.
Pisang ini merupakan pisang yang paling manis dan banyak diminati orang.
Makna
kultural, Raja itu pemimpin. Kehidupan masyarakat akan tentram dan sejahtera
ketika ada seorang pemimpin yang bijak. Ibarat manusia harus menjadi seorang
pemimpin yang bijak dan bisa mengayomi semua orang.
Ø Pola pikir masyarakat terhadap Tradisi Larab Selambu
Makam Pangeran Samudra
Tradisi
Larab Selambu Makam Pangeran Samudra merupakan tradisi yang dilestarikan
masyarakat Desa Pendem Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen. Masyarakat Desa
Pendem percaya bahwa jika membasuh mukanya dengan menggunakan air bekas cucian
selambu makam Pangeran Samudra akan menjadikan awet muda dan dapat dijadikan
pelarisan. Pola pikir masyarakat Desa Pendem masih mempercayai hal-hal ghaib.
Pola pikir masyarakat Desa Pendem berbeda dengan pola pikir masyarakat
sekarang, bahwa jika ingin awet muda bukanlah menggunakan air bekas cucian
selambu makam Pangeran Samudra, tetapi dengan cara olahraga atau menggunakan
alat-alat kosmetik. Begitu pula dengan pelarisan, seseorang yang ingin
mendapatkan rezeki yang banyak itu seharusnya bertawakal dan berikhtiar.
C.
Penutup
Ø Simpulan
Berdasarkan
penelitian tentang Ungakapan Lingual Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran
Samudra dapat disimpulkan bahwa :
1. Ungkapan Lingual Tradisi Larab Selambu tersebut dapat
diketahui makna leksikal dan makna kultural dari acara tersebut. Makna leksikal
adalah makna dasar dari ungkapan lingual tersebut, sedangkan makna kultural
adalah makna yang dimiliki masyarakat Gunung Kemukus. Ungkapan lingual tradisi
itu di antaranya larab, juru kunci, pradangga, selambu, 7 mata air, kembang
setaman, dupa/menyan, gunungan buah dan sayuran, nasi tumpeng, ingkung, jajanan
pasar, gudhangan, dan gedhang raja.
2. Penelitian kajian Etnolinguistik pada lingual Bahasa
Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra dapat diketahui pola pikir
masyarakat sekitar dengan adanya tradisi ini. Masyarakat sekitar mempercayai
bahwa air bekas cucian selambu Pangeran Samudra bila digunakan untuk cuci muka
bisa tambah awet muda selain itu juga mempercayai bahwa air itu bisa untuk
pelarisan tertentu.
Ø Saran
Penelitian
tentang Ungkapan Lingual Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra di Gunung
Kemukus (kajian Etnolinguistik) ini hanya dibatasi dengan makna leksikal dan
makna kultural. Penelitian ini bisa ditindaklanjuti dengan menggunakan kajian
yang berbeda, misalnya kajian bahasa, sejarah ataupun asal mulanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Wakit. 2013. Etnolinguistik: Teori
Metode dan Aplikasinya. Surakarta: Jurusan Sastra daerah FSSR UNS.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Edi Subroto, D. 1992. Pengantar Metode Penelitian
Struktural. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Fauza Nanda. 2010.
“Skripsi : Upacara jamasan pusaka di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri (suatu kajian
Etnolinguistik)”. Surakarta : FSSR Universitas Sebelas Maret
Hasan Alwi. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik
Edisi Keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Rahayu, Nastiti Puji. 2014. Laporan Penelitian : Istilah Perlengkapan Sesaji Larung Risalah Do’a di
Telaga Ngebel Kabupaten Ponorogo (suatu kajian Etnolinguistik. ). Surakarta
: Universitas Sebelas Maret
Tidak ada komentar:
Posting Komentar