Senin, 28 Desember 2015

Ungkapan-Ungkapan Lingual Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra di Gunung Kemukus :
(Suatu Kajian Etnolinguistik)

A.    Pendahuluan
Bahasa merupakan bagian unsur kebudayaan manusia. Bahasa dan budaya juga dipahami aktualitasnya saling berdampingan karena keduanya merupakan ekspresi verbal dan nonverbal dalam kehidupan manusia. Etnolinguistik merupakan perpaduan antara etnologi dan linguistik, sehingga dengan mempelajari Etnolinguistik kita dapat mengetahui hubungan antara kebudayaan dengan masalah bahasa.
Kebudayaan merupakan nilai-nilai dan gagasan manusia terhadap lingkungan. Kebudayaan yang ada di masyarakat merupakan salah satu warisan nenek moyang. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Koentjaraningrat, 2009:144)
Suatu perubahan kebudayaan cepat atau lambat sangat bergantung pada manusia sebagai pendukungnya. Perubahan bergantung dengan sikap masyarakat terhadap kebudayaan  dan bagaimana cara masyarakat menanggapi kebudayaan.
Kabupaten Sragen merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang masih menjaga dan melestarikan kebudayaannya. Wujud kebudayaan tersebut akan membentuk suatu tradisi. Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi diadakan untuk menghormati para leluhur yang hidup sebelum kita. Tradisi yang dimaksud adalah Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra. Pangeran Samudra adalah anak Brawijaya 5 yang berasal dari kerajaan Majapahit. Pangeran Samudra meninggal dan jasadnya dimakamkan di Gunung Kemukus.  
Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra dilakukan di Desa Pendem, Kecamatan Semberlawang, Kabupaten Sragen. Tradisi ini dilakukan beberapa puluhan tahun yang lalu dan diperingati setiap tanggal 1 Muharram (1 Sura).
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan meneliti “Ungkapan-ungkapan Lingual Tradisi  Larab Selambu Makam Pangeran Samudra di Gunung Kemukus” dengan menggunakan pendekatan Etnolinguistik. Tradisi ini banyak perlengkapan yang digunakan dan memiliki makna tersendiri.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan membuat rumusan masalah sebagai berikut
1.      Bagaimana makna leksikal dan makna kultural Ungkapan-ungkapan Lingual pada Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra di Gunung Kemukus ?
2.      Bagaimana pola pikir masyarakat sekitar Gunung kemukus dengan adanya tradisi Larab Selambu tersebut ?
B.     Pembahasan
Tradisi adalah suatu kebiasaan. Kebudayaan nguri-uri adiluhur, mengingat napak tilas, handarbeni, dan menghormati leluhur yang hidup sebelum kita. Handarbeni nguri-uri adalah orang itu mulia, sedangkan mulia dimuliakan dan dihormati oleh semua orang atau warga itu disebut nguri-uri napak tilas. Tradisi Larab Selambu diadakan untuk menghormati Pangeran Samudra. Pangeran Samudra adalah anak dari Brawijaya 5 yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Majapahit mengalami peperangan, ketika itu  Brawijaya menyuruh Pangeran Samudra pergi ke Demak menemui Raden Patah. Pangeran Samudra berguru agama Islam kepada Raden Patah. Setelah dewasa, beliau menyebarkan agama Islam mulai dari Demak menuju Gunung Lawu dan kembali ke Demak.  Beliau jatuh sakit ketika perjalanan menuju Demak. Pangeran Samudra meninggal di salah satu daerah yang kini di kenal dengan Desa Modra dan untuk menghormati beliau maka jasadnya di makamkan di Gunung Kemukus.
Tradisi Larab Selambu dilakukan karena jasad Pangeran Samudra di makamkan di Gunung Kemukus otomatis ditemani barang-barang maksudnya selambu, pusaka agung dan sesuatu yang ada disini. Larab maksudnya dilarab, dianter, disucikan, dicuci dengan air mengalir dari sungai kemudian setelah suci dijamasi dengan 7 mata air/ sumber 7 menurut orang Jawa.
Tradisi dilakukan sudah beberapa puluhan tahun yang lalu semenjak adanya makam Pangeran samudra. Kegiatan tersebut dilakukan setiap tanggal 1 Muharram (1 Sura). Tradisi ini dibagi dalam 2 bagian yaitu 1 hari menjelang 1 Sura dan tepat tanggal 1 Suranya. Kegiatan itu meliputi kirab Gunungan Sedekah Bumi bersama warga Desa Pendem, malam harinya digelar tirakatan bersama di Bangsal Pangeran Samudra, sedangkan tepat 1 Sura kegiatan Upacara Tradisi Larap Selambu dan puncak acara berupa Hiburan Klenengan dan Pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk,
Tirakatan ini dilakukan sebelum proses larab selambu. Menurut leluhur kegiatan ini mengirim doa, sedangkan menurut agama Islam doa tahlil akbar. Seusai tahlilan itu dalam bahasa jawanya lek-lekan/melek-melekan artinya tirakatan / nglarab berkah dihari yang sangat dinanti-nantikan yaitu 1 Sura.
Prosesi larab selambu diawali dengan membawa air kembang, selambu, dan kain mori serta uba rampe berupa sesaji menuju aliran sungai yang bermuara di Waduk Kedung Ombo. Rombongan pembawa perlengkapan dikawal sejumlah prajurit. Uba rampe yang dibawa berupa jajan pasar, buah-buahan, rokok, dan kembang  yang dihanyutkan di aliran sungai.  Prosesi melarungkan sesaji selesai, kemudian rombongan mencelupkan selambu yang ditempatkan dalam keranjang ke dalam aliran sungai. Air bekas celupan selambu siap untuk direbut warga.
Pengunjung dan peziarah memperebutkan air jamasan atau sisa cucian, sesaji, dan kain mori. Mereka mempercayai bahwa benda-benda tadi dapat mendatangkan tuah. Puncak acara Larap Selambu Gunung Kemukus selalu terletak pada perebutan sisa air cucian selambu ini. Beberapa ungkapan lingual tradisi larab selambu makam Pangeran Samudra di bawah ini akan dijelaskan berdasarkan makna leksikal dan makna kultural  :
1.      Larab
Makna leksikal, larab berarti di cuci menggunakan air yang sudah diberi doa.
Makna kultural, larab bermakna mensucikan, membersihkan diri di hari yang sangat baik. Larab diibaratkan sarana manusia untuk mensucikan diri di hari yang di nanti dan itu bukti ketakwaan manusia kepada TYME.
2.      Juru kunci
Juru kunci adalah seseorang yang menjaga tempat keramat seperti makam kerajaan dan gunung. Juru kunci tidak sembarang orang. Juru kunci harus mengerti semua tentang tempat keramat yang dia jaga.
Awalnya juru kunci digunakan untuk menyebut penjaga makam tokoh keramat. Makam ini biasanya berbentuk bangunan yang dikunci. Ketika orang datang untuk berziarah juru kunci baru membukakan pintu makam itu, namun pengertian juru kunci sekarang berkembang keman-mana.
3.      Selambu
Makna leksikal, selambu atau tirai terbuat dari kain digunakan untuk pelindung disekitar tempat tidur kita agar jauh dari nyamuk dan memberi hawa hangat ketika musim penghujan.
Makna kultural, selambu sebagai pelindung atau memberi kenyamanan pada arwah yang telah mendahului kita, sebab dalam konteks ini selambu digunakan sebagai penutup makam Pangeran Samudra. Selambu ini memberi ketenangan pada Sang Pangeran, karena dulunya selambu ini yang menemani beliau.
4.      Menyan/Dupa
Makna leksikal, Dupa atau hio atau menyan adalah sebuah material yang menggunakan bau. Dupa mengeluarkan asap ketika dibakar. Dupa biasanya digunakan sebagai pengharum ruangan maupun sebagai bentuk penghormatan kepasa leluhur kita yang telah tiada, namun semua bergantung warna dupa yang digunakan.
Makna kultural, dupa bermakna jalan suci berasal dari kesatuan hatiku, hatiku dibawa melalui keharuman dupa. Asap dupa membubung tinggi ke atas bermakna bahwa persembahan kita diterima yang di atas. Proses atau tradisi yang kita jalankan bisa berjalan dengan lancar.
5.      Kembang setaman
Makna leksikal, kembang setaman biasanya seperti mawar, melati, kenanga, dan kantil. Bunga ini biasanya dicampur jadi satu dalam wadah tertentu kemudian diberi dengan air.
Makna kultural, bunga mawar yang artinya awar-awar supaya hatinya selalu terjaga dari nafsu negative, bunga melati yang berarti kesucian, bunga kenanga yang artinya akan selalu terkenang dan bunga kantil yang artinya tansah kumanthil, hatinya selalu terikat dengan leluhur kita dan kedua orang tua. Bunga setaman memiliki makna kita sebagai manusia harus menjadi seseorang yang terjaga dari nafsu negative, menjaga kesucian kita, dan selalu mengenang/mengingat pesan/pepeling dari orang tua kita maupun leluhur kita. 
6.      7 mata air/ sumber 7
Makna leksikal, 7 mata air adalah air yang benar-benar dijaga kesuciannya. Air ini bukan sembarang air. Air ini berasal dari sendang Ontrowulan, sendang yang tidak bakal habis airnya, kemudian berasal dari sendang taruna dan sendang-sendang keramat yang bermuara di sekitar Gunung Kemukus.
Makna kultural, 7 mata air ini bermakna membersihkan dan mensucikan benda-benda yang dijaga. Sendang Ontrowulan digunakan Ratu Ontrowulan untuk mensucikan diri ketika ingin bertemu dengan anaknya Pangeran Samudra. Ibaratkan saja kalau benda itu manusia, manusia yang bersuci menggunakan air ini insya allah akan bersih hati dan pikirannya, dengan itu bisa menambahkan ketakwaan kepada TYME.  
7.      Jajanan pasar
Jajanan pasar biasanya terdiri dari dari kelapa, pala kependhem, kopi, rujak dll. Makna dari itu semua adalah untuk sedekah mengharap keselamatan hidup dari rohani, jasmani maupun hal-hal halus.
Jajanan pasar adalah lambang dari sesrawungan (hubungan kemanusiaan, silaturahmi) lambang kemakmuran. Pasar adalah tempat bermacam-macam barang, seperti buah-buahan, makanan anak-anak, dan makanan tradisional.
8.      Gunungan buah sayuran
Makna leksikal, gunungan buah dan sayuran adalah rangkaian buah-buahan dan sayur mayur yang dirangkai membentuk gunung atau kerucut yang merupakan hasil dari tanaman manusia.
Makna kultural, gunungan buah sayuran merupakan bentuk syukur warga desa kepada TYME, karena telah memberikan kekuasaan dalam bentuk hasil bumi yang sangat bagus.
9.      Nasi tumpeng
Makna leksikal, nasi tumpeng adalah beras hasil pertanian manusia yang dimasak menjadi nasi putih biasanya dibentuk mengerucut menyerupai gunung kecil.
Makna kultural, nasi tumpeng sendiri warnanya putih. Warna putih itu melambangkan kesucian, dengan tulus, suci, ikhlas memohon berkah kepada tuhan agar permohonan yang diinginkan cepat terkabul. Bentuk gunungan dapat diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita semakin “naik” dan “tinggi”.
10.  Ingkung
Makna leksikal, ingkung adalah ayam jago atau ayam jantan  yang sudah dibersihkan semuanya lalu dimasak dengan bumbu kuning/kunir.
Makna kultural, ingkung merupakan symbol menyembah Tuhan dengan khusuk (menekung) dengan hati yang tenang. Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar. Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna untuk menghindari sifat-sifat buruk pada manusia yang dilambangkan oleh ayam jago seperti  sombong, merasa benar sendiri, tidak setia, dan tidak perhatian pada keluarga. 
11.  Gudangan
Makna leksikal, gudangan ini biasanya sayur-sayuran berupa kecambah, kacang, bayam, kangkung dan bumbu urap. Sayur-mayur itu dimasak sampai matang sedangkan bumbu urap berasal dari parutan kelapa, Lombok yang dikukus menggunakan daun pisang.
Makna kultural, sayur melambangkan warga masyarakat yang terdiri dari perbedaan suku, adat, agama namun masyarakat itu mempunyai tujuan dan maksud yang sama. Sayur diurap sebagai simbol bersatunya perbedaan dengan melambangkan sifat kekeluargaan dan persatuan.
12.  Gedhang raja
Makna leksikal, gedhang raja atau pisang raja adalah salah satu nama pisang yang berwarna kuning sekaligus menjadi rajanya pisang diantara pisang lainnya. Pisang ini merupakan pisang yang paling manis dan banyak diminati orang.
Makna kultural, Raja itu pemimpin. Kehidupan masyarakat akan tentram dan sejahtera ketika ada seorang pemimpin yang bijak. Ibarat manusia harus menjadi seorang pemimpin yang bijak dan bisa mengayomi semua orang.

Ø  Pola pikir masyarakat terhadap Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra
Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra merupakan tradisi yang dilestarikan masyarakat Desa Pendem Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen. Masyarakat Desa Pendem percaya bahwa jika membasuh mukanya dengan menggunakan air bekas cucian selambu makam Pangeran Samudra akan menjadikan awet muda dan dapat dijadikan pelarisan. Pola pikir masyarakat Desa Pendem masih mempercayai hal-hal ghaib. Pola pikir masyarakat Desa Pendem berbeda dengan pola pikir masyarakat sekarang, bahwa jika ingin awet muda bukanlah menggunakan air bekas cucian selambu makam Pangeran Samudra, tetapi dengan cara olahraga atau menggunakan alat-alat kosmetik. Begitu pula dengan pelarisan, seseorang yang ingin mendapatkan rezeki yang banyak itu seharusnya bertawakal dan berikhtiar.

C.     Penutup
Ø  Simpulan
Berdasarkan penelitian tentang Ungakapan Lingual Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra dapat disimpulkan bahwa :
1.      Ungkapan Lingual Tradisi Larab Selambu tersebut dapat diketahui makna leksikal dan makna kultural dari acara tersebut. Makna leksikal adalah makna dasar dari ungkapan lingual tersebut, sedangkan makna kultural adalah makna yang dimiliki masyarakat Gunung Kemukus. Ungkapan lingual tradisi itu di antaranya larab, juru kunci, pradangga, selambu, 7 mata air, kembang setaman, dupa/menyan, gunungan buah dan sayuran, nasi tumpeng, ingkung, jajanan pasar, gudhangan, dan gedhang raja.
2.      Penelitian kajian Etnolinguistik pada lingual Bahasa Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra dapat diketahui pola pikir masyarakat sekitar dengan adanya tradisi ini. Masyarakat sekitar mempercayai bahwa air bekas cucian selambu Pangeran Samudra bila digunakan untuk cuci muka bisa tambah awet muda selain itu juga mempercayai bahwa air itu bisa untuk pelarisan tertentu.
Ø  Saran
Penelitian tentang Ungkapan Lingual Tradisi Larab Selambu Makam Pangeran Samudra di Gunung Kemukus (kajian Etnolinguistik) ini hanya dibatasi dengan makna leksikal dan makna kultural. Penelitian ini bisa ditindaklanjuti dengan menggunakan kajian yang berbeda, misalnya kajian bahasa, sejarah ataupun asal mulanya.




DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Wakit. 2013. Etnolinguistik: Teori Metode dan Aplikasinya. Surakarta: Jurusan Sastra daerah FSSR UNS.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Edi Subroto, D. 1992. Pengantar Metode Penelitian Struktural. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.

Fauza Nanda. 2010. “Skripsi : Upacara jamasan pusaka di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri (suatu kajian Etnolinguistik)”. Surakarta : FSSR Universitas Sebelas Maret

Hasan Alwi. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.



Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


Rahayu, Nastiti Puji. 2014. Laporan Penelitian : Istilah Perlengkapan Sesaji Larung Risalah Do’a di Telaga Ngebel Kabupaten Ponorogo (suatu kajian Etnolinguistik. ). Surakarta : Universitas Sebelas Maret 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar