Kamis, 18 Desember 2014

manfaat wayang


    1. Pendidikan Budi Pekerti Anak
Wayang dapat dijadikan sarana pendidikan budi pekerti luhur yang efektif bagi anak-anak. Dalam pementasan wayang terdapat bentuk-bentuk ajaran moral yang lengkap dan kemudian dibakukan dalam bentuk sanepa, piwulang, dan pituduh bagi kehidupan manusia untuk mencapai kehidupan dalam suasana kedamaian. Dengan demikian, wayang merupakan cerminan falsafah hidup orang Jawa atau dengan kata lain wayang merupakan ungkapan filsafat Jawa.
Pesan-pesan moral dalam masyarakat Jawa yang disampaikan lewat media seni wayang dapat berupa ungkapan-ungkapan tradisional yang mengandung makna pendidikan moral yang sering disebut sebagai adiluhung. Ungkapan tradisional seperti sing becik ketitik sing ala ketara (yang baik kelihatan yang jelek kentara), titenana wong cidra mangsa langgenga (perhatikan orang curang takkan abadi) dan sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti (keberanian, kekuatan, dan kejayaan dunia hancur oleh kebaikan) menunjukkan bahwa eksistensi dan esensi moralitas dijunjung tinggi dalam budaya Jawa. Kebanyakan agama yang universal juga mengajarkan sikap hormat terhadap kehidupan manusia.
Sepi ing pamrih adalah kesediaan untuk tidak menomorsatukan diri sendiri, rame ing gawe adalah kesediaan untuk melakukan apa saja yang menjadi kewajiban tanpa menentukan apa yang menjadi kewajiban itu. Ciri kedua dari dua keutamaan formal itu adalah bahwa intinya terdapat pada kesediaan untuk membatasi serta menyesuaikan diri dengan harapan-harapan masyarakat. Orang yang sepi ing pamrih tidak lagi mempertahankan haknya untuk mengusahakan tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingannya sendiri, baik yang bersifat bukan moral maupun yang bersifat moral. Orang yang rame ing gawe bersedia untuk memenuhi apa saja yang menunjukkan diri sebagai kewajiban pangkat dan kedudukannya. Dua-duanya menuntut agar bukan kehendak seseorang yang menjadi penentu sikapnya, melainkan harapan masyarakat.
Dalam etika Jawa dapat ditemukan dua keutamaannya yang justru berfungsi untuk mengimbangi sikap seperti sepi ing pamrih dan rame ing gawe, yaitu tuntutan untuk mengambil sikap moral sendiri dan keberanian moral. Yang pertama menuntut agar orang jangan pernah menelan begitu saja apa yang oleh pihak luar lingkungan sosial, adat istiadat, negara, ideologi dikemukakan sebagai kewajiban moral; Yang kedua, menuntut agar orang bersedia untuk mempertahankan sikap yang sudah sadari sebagai kewajiban dan apabila dicela oleh pihak lain.
Pamrih merupakan bahaya kedua yang harus diperhatikan orang. Bertindak karena pamrih berarti hanya mengusahakan kepentingan sendiri individualnya saja dengan tidak menghiraukan kepentingan-kepentingan masyarakat. Secara sosial pamrih itu selalu mengacau karena merupakan tindakan tanpa perhatian terhadap keselarasan sosial. Pamrih sekaligus memperlemah manusia dari dalam, karena siapa yang mengejar pamrihnya memutlakkan keakuannya sendiri. Dengan demikian ia mengisolasikan dirinya sendiri dan memotong diri dari sumber kekuatan batin yang tidak terletak dalam individualitasnya yang terelosasi, melainkan dalam dasar numinus yang mempersatukan semua kekakuan pada dasar jiwa mereka. Ia mencari kepentingan-kepentingan dalam dunia dan dengan demikian mengikat diri pada alam luar sehingga ia kehilangan kesanggupan untuk memusatkan kekuatan batin dalam dirinya sendiri. Pamrih terutama kelihatan dalam tiga nafsu, yaitu selalu mau menjadi orang pertama atau nepsu menange dhewe, menganggap diri selalu betul atau nepsu benere dhewe dan hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri atau nepsu butuhe dhewe. Sikap-sikap lain yang tercela adalah kebiasaan untuk menarik keuntungan sendiri dari setiap situasi tanpa memperhatikan masyarakat atau aji mumpung.
                              2.             WAYANG SEBAGAI SARANA MENUMBUHKAN MINAT DAN BAKAT ANAK
Kata tumbuh bermula dari sesuatu yang telah ada dan menjadi milik kita. Sesuatu yang menjadi milik manusia tersebut berupa harta kultural yang telah dimiliki oleh manusia tersebut sejak lahir. Harta tersebut diperoleh dari pendidikan dalam keluarga, lingkungan dan masyarakat. Minat adalah keadaan seseorang terhadap suatu hal. Dalam hal ini minat anak kepada sesuatu, sementara apakah anak tersebut berbakat atau mempunyai talenta tertentu terhadap sesuatu. Sesuatu yang dimaksudkan adalah harta kultural tersebut. Apabila bakat dan minat tersebut digabungkan kemudian dibantu dengan dorongan dari orang tua maka ia akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan si anak tersebut. Hal itu akan menjadikan anak tersebut mempunyai kemampuan tambahan atau kemampuan khusus di bidang selain pendidikan formalnya.
Sementara itu potensi wayang tersebut kemudian diberdayakan untuk menumbuhkan minta dan bakat dengan berbagai cara.
1.      Mendekatkan wayang sebagai lingkungan belajarnya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah adalah lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Upaya pendekatan pada lingkungan belajar anak berarti upaya mendekatkan pada budayanya, artinya anak dikembalikan pengolahannya atau pendidikannya pada konteks budayanya. Pada pendidikan keluarga, orang tua memegang peranan yang besar. Oleh karena itu biasanya orang tua yang senang kepada wayang, dengan menyediakan dan sering mendengarkan siaran radio atau kaset wayang, melihat pertunjukan wayang baik pertunjukan langsung maupun pertunjukan melalui audio visual. Orang tua memajang aneka media bisa berupa gambar tokoh-tokoh wayang, pethilan suatu peristiwa dalam pertunjukan wayang, serta menyediakan aneka buku bacaan cerita wayang.
2.       Melalui pembiasaan budaya juga bisa dilakukan dengan melalui pembiasaan yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan bahasa, dan sitiran dari ajaran cerita pewayangan yang terungkapkan melalui ungkapan-ungkapan bahasa, dan sitiran dari ajaran cerita pewayangan yang terungkapkan melalui dialog-dialog pembicaraan sehari-hari. Pembiasaan budaya akan lebih baik bila disertai dengan pembiasaan berbahasa Jawa dalam keluarga, terutama pada keluarga yang berbahasa ibu bahasa Jawa.
3.      Dapat dilakukan dengan cara memprioritaskan wayang sebagai hiburan dalam keluarga.
4.      Dapat dilakukan dengan cara mengajarkan secara khusus baik melalui pendidikan formal yang tertuang dalam kurikulum pendidikan formal tingkat dasar maupun menegah, atau pada pendidikan non formal seperti kursus dan sanggar. Pada pendidikan formal mengacu makalah dari Suminto A Sayuti (2005), menggali dan menanamkan kembali wayang sebagai budaya lokal lewat pendidikan dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya daerahnya sendiri sebagai bagian upaya membangun identitas bangsa, dan semacam filter dalam menyeleksi pengaruh budaya luar. Pendidikan non formal yang dimaksud seperti misalnya mengikutkan anak kursus nembang, karawitan, pedalangan, dst.

isi unsur budaya


Unsur-unsur budaya

1.      System religi dan upacara keagaman
Salah satu contoh dari system religi dan upacara keagaman yang ada di Desa Soka yaitu acara membaca surat yassin yang di laksanakan tiap malem jumat legi. Acara ini dilaksanakan oleh semua warga Desa Soka yang berada di RT 09 dan RT 10. Acara membaca surat yassin ini dilakukan bergantian ri rumah warga.
a.       Bentuk
Bentuk dari pelaksanaan membaca surat yasin ini yaitu acara khususnya membaca surat yssin sampai selesai dilanjut tahlilan dan membaca doa-doa yang dipimpin oleh orang yang mengerti tentang agama. Kemudian dilanjutkan dengan acara tauziah.
b.      Fungsi
Fungsi dari acara ini adalah untuk mengisi kegiatan warga ketika malem jumat. Selain itu acara membaca surat yasin dengan bersama-sama untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal agar mereka selalu diberi kemudahan di akhirat. Dan bagi orang-orang yang masih hidup sebagai doa keselamatan agar selalu di beri perlindungan.
c.       Makna
Membaca surat yassin ini mempunyai makna untuk mendoakan atau mengirim doa kepada  orang-orang yang sudah meninggal dan tauziah yang ada mempunyai makna sebagai pencerah hati bagi orang-orang yang mengikuti acara tersebut.


2.      System organisasi kemasyarakatan
Salah satu contoh organisasi kemasyarakatan yang ada di Desa Soka adalah kegiatan Karang Taruna. Kegiatan Karang taruna ini diikuti oleh para remaja putra dan putri. Kegiatan ini wajib diikuti bagi para remaja dan orang yang menginjak dewasa.
a.       Bentuk
Bentuk kegiatan dari Karang taruna ini adalah  perkumpulan remaja putra dan putri. Karang Taruna ini dilaksanakan 2minggu sekali.
b.      Fungsi
Kegiatan karang taruna ini mempunyai fungsi diantaranya untuk mengisi kegiatan para remaja putra dan putri disetiap minggunya. Dengan adanya kegiatan ini bisa mempererat rasa social dan tanggung jawab antar remaja. Karang taruna ini juga sebagai wadah remaja putra dan putri untuk mengisi kreatifitas atau kegiatan-kegiatan kecil di Desa Soka. Karang taruna juga berfungsi untuk membantu berbagai acara yang ada di Desa Soka contohnya ketika ada orang yang menikah mereka bisa menjadi sinoman.
c.       Makna
Dari kegiatan karang taruna ini ada makna yang terkandung di dalamnya yaitu karang yang artinya tempat dan taruna yang artinya remaja jadi karang taruna berate wadah remaja. Maksutnya karang taruna tersebut sebagai wadah para remaja untuk berkreatifitas di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.










3.      Pengetahuan
Pengetahuan dalam konteks ini adalah pengetahuan yang diketahui para warga Desa Soka mengenai filosofi suatu benda yang ada di daerah ini. Pengetahuan yang dimaksut adalah adanya bunyi kentongan ketika malam ataupun siang hari. Filosofi atau kepercayaan para warga inilah yang bisa dijadikan pengetahuan bagi anak cucu mereka di kemudian hari. Yang awalnya tidak tahu sekarang mereka jadi tahu dengan adanya pengetahuan tersebut.

a.       Bentuk
Kentongan disini sebagai bentuk pertanda bagi warga sekitar kalau didaerah tersebut sedang terjadi suatu musibah. Diantaranya pertanda kalau ada orang meninggal dan ketika sedang ada banjir. Ketika sedang ada musibah seperti itu kentongan akan dibunyikan. Tiap musibah yang ada ketukan tiap kentongan selalu berbeda.
b.      Fungsi
Fungsi kentongan tersebut adalah sebagai pertanda bagi warga sekitar kalau di daerah mereka sedang ada musibah yang terjadi. Diantaranya musibah orang meninggal dan musibah banjir. Para warga akan mengetahui musibah tersebut ketika kentongan itu dibunyikan. Ketukan kentongan untuk orang meninggal dan banjir tentunya berbeda. Itu semua mempermudah warga untuk memahami symbol ketukan.
c.       Makna
Makna dari bunyi kentong tersebut sebagai pertanda/symbol bahwa di daerah tersebut sedang ada musibah yang terjadi.






4.      Bahasa
Bahasa disini adalah bahasa keseharian yang digunakan para warga desa Soka diantaranya bahasa ngoko, karma desa dll.semua bahasa tersebut digunakan bergantung konteks yang ada dan dengan sapa kita berbicara. Namun di sisi lain ada bahasa ngoko yang berbeda dengan daerah lain. Mungkin bahasa tersebut sebagai ciri khas daerah Soka dan sekitarnya. Seperti kata ngeleh yang berarti lapar, kata itu hanya dimengerti oleh orang-orang yang berada di jawa tengah. Sedangkan di daerah timuran lebih dikenal dengan kata luwe. contoh lainnya kata pakpung yang berarti mandi, orang-orang yang berada di timur tidak memgerti kata itu mereka hanya mengerti dengan kata adus.
a.       Bentuk
Bentuk bahasa yang digunakan para warga desa Soka yaitu ragam ngoko, ragam karma kadang-kadang juga bahasa dialeg. Bahasa ini merupakan bahasa sehari-hari yang digunakan.
b.      Fungsi
Dengan bahasa yang sering digunakan setiap harimya dapat mempererat dan meningkatkan keakraban antar warga desa Soka. Bahasa ini juga tetap terpacu dengan aturan yang ada.
c.       Makna
Makna bahasa yang muncul dalam konteks ini sebagai sarana untuk mempermudah para warga desa untuk berbicara. Bahasa dialeg bisa bermakna sebagai ciri khas daerah tersebut.








5.      Kesenian
Para warga Desa Soka pada umumnya menyukai music jawa. Buktinya mereka mau belajar alat music gamelan yang ada di aula balai desa. Para warga yang menyukai kesenian ini biasanya sering mengikuti latihan pada malem rabu dan malem sabtu yang diadakan di aula balai desa. Selain itu hobbi mereka juga terlihat ketika ada salah seorang warga yang sedang mempunyai hajatan dan hiburannya klenengan/karawitan. Para warga sangat menikmati alunan slendro dan pelog yang dibunyikannya.
a.       Bentuk
Bentuk dari kesenian ini adalah sekumpulan/sekelompok warga yang belajar memainkan alat music gamelan. Slendro ataupun pelog tetap mereka mainkan. Para pengrawit sangat menikmati sehingga bisa menghasilkan alunan yang indah.
b.      Fungsi
Fungsi dari kesenian ini untuk menghiburkna warga sekitar dengan adanya latihan ini sekaligus bisa menjadikan hobbi baru bagi mereka. Fungsi dari kesenian tersebut tidak hanya itu saja namun masih ada lagi diantaranya sebagai sarana mempererat keakraban antar warga, sebagai sarana melestarikan music-musik tradisional dan ketika ada acara kesenian di Desa Soka, tidak perlu menggunakan jasa orang lain namun mereka bisa menggunakan jasa warganya sendiri.
c.       Makna
Makna yang terkandung dalam kesenian ini adalah sebagai media hiburan bagi warga Desa Soka dan juga sebagai media pembelajaran/pengetahuan terhadap alat music gamelan.





6.      Mata pencaharian
Mata pencaharian atau profesi yang dimiliki para warga Desa Soka itu bermacam-macam. Salah satunya adalah salah seorang warga yang menjadi Juru Kunci Gunung Kemukus. Profesi juru kunci ini sagat bersifat turun menurun. Tidak sembarang orang bisa berprofesi menjadi juru kunci kecuali kalau mereka merupakan keturunan dari salah seorang juru kunci Gunung Kemukus.

a.       Bentuk
Profesi juru kunci ini bersifat turun menurun.dan harus orang yang tau persis sejarah dan filosofi tempat yang dijaganya. Jabatan juru kunci biasanya diwariskan kepada anak laki-laki yang paling bungsu. Profesi ini tidak memiliki gaji/pembayaran tetapi mereka memiliki kedudukan terpenting dan terhormat di kalngan masyarakat adat.
b.      Fungsi
Juru kunci ini mempunyai fungsi/tugas yang lumayan berat diantaranya mengunci semua rahasia buruk dan menjaga semua kebaikan supaya tetap terjalin hubungan serasi antara masyarakat, adat dan alam lingkungan. Selain itu juru kunci disini juga sebagai penjaga/pengurus makam Pangeran Samudra yang berada di Gunung Kemukus. Juru kunci ini juga mengarahkan dan memimpin doa ketika ada peziarah datang.
c.       Makna
Makna dari juru kunci tersebut adalah yang pertama orang yang berprofesi sebagai . . . , yang kedua adalah orang yang secara batin mengetahui sifat sesuatu. Kalau ada seorang yang menjadi juru kunci Gunung Kemukus berarti orang tersebut berprofesi sebagai penjaga Kemukus dan yang mengerti mengenai seluk beluk kemukus.



7.      Teknologi dan mata pencaharian
Para warga yang bertempat tinggal di Desa Blaran. Desa tersebut salah satu desa yang berada di Kab.Magetan. sebagian warga di daerah tersebut masih menjadi kusir delman. Mereka  menggunakan kuda sebagai alat mereka untuk mencari nafkah. Sebut saja delman. Delman merupakan alat transportasi yang menggunakan hewan kuda.
a.       Bentuk
Bentuk dari teknologi dan mata pencaharian ini adalah kusir delman. seorang kusir yang menggunakan hewan untuk alat transportasi pedesaan. Disini kusir menggunakan hewan kuda sebagai sumber mata pencahariannya.
b.      Fungsi
Fungsi dari kuda tersebut adalah sbagai alat transportasi pedesaan yang dikendarai oleh seorang kusir. Disini kuda sangat berperan aktif karena tanpa kuda itupun seorang kusir tidak dapat melanjutkan kerjanya. Delman disini bisa mempermudah warga untuk pergi yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.
c.       Makna
Makna kuda disini sebagai sumber mata pencaharian dari seorang kusir.



primbon pasangan

Perhitungan calon memilih pasangan

Perhitungan dalam memilih calon pasangan tidak lepas dari  'BOBOT', 'BIBIT' dan 'BEBET'.
Bobot Bibit Bebed merupakan istilah untuk melakukan seleksi awal dalam memilih pasangan yang berkualitas.
·         BOBOT diartikan dengan berbobot atau bermutu. Dari kemampuan berpikir, cara mengolah emosi dan prestasi yang dihasilkan, seseorang akan menunjukan seberapa tinggi kemampuannya serta seberapa besar bobotnya.
·         BIBIT ‘benih’ keturunan. Di mana ia dilahirkan? Siapa orang tuanya? Dari lingkungan sosial dan keluarga yang baik-baik, biasanya akan melahirkan keturunan yang baik pula.
·         BEBET – "bebedan" adalah istilah Jawa yang artinya cara berpakaian atau penampilan. Bebed menunjukan cara seseorang membawa diri, bergaul dan bertingkah laku.


Idealnya, ketiga hal tersebut di atas baik adanya.
Setelah didapatkan calon pasangan yang bobot, bibit dan bebednya baik, bahkan mendekati sempurna, ada satu hal esensial yang perlu dipertimbangkan, sebelum melangkah lebih jauh, yaitu menghitung hari, pasaran, tanggal, bulan dan tahun kelahiran masing-masing calon pasangan. Di dalam primbon terdapat perhitungan yang menunjukan apakah kedua calon pasangan tersebut, jika bersatu membangun rumah tangga akan mengalami kehidupan yang baik, atau mengalami kehidupan yang tidak baik. Calon pasangan pria dan calon pasangan wanita, yang masing-masing memiliki bobot, bibit, bebed baik, belum tentu mereka cocok ketika harus membangun rumah tangga.
Ada istilah: mencari ‘bojo’(suami/istri) itu mudah, tetapi memilih ‘jodho’(jodoh) itu susah, perlu pertimbangan dan perhitungan yang cermat.
Karena yang namanya jodoh dalam konteks ini diartikan dengan, jika pasangan tersebut bersatu akan saling melengkapi kekurangannya, saling menutupi kelemahannya dan saling menambah kelebihannya. Sehingga pasangan yang sudah jodoh ketika membangun rumah tangga, masing-masing pasangan dapat mengembangkan diri dengan maksimal.
Untuk mengetahui apakah calon pasangan tersebut jodohatau tidak jodoh, ada beberapa macam cara menghitung:
Caranya:
Hari dan Pasaran kelahiran pasangan pria dan wanita masing-masing diangkakan sesuai dengan Tabel Adan Tabel B, kemudian dijumlah. 

Jumlahnya dibagi 10 ( sepuluh). Jika dibagi 10 sisanya lebih dari tujuh, maka tidak dibagi sepuluh melainkan dibagi 7. Prinsipnya sisanya tidak boleh lebih dari 7.

Ajaran Pacelathon



Bu lek  : mbak , anak mu Fitri kae kuliyah ana ngendi ta mb ,  kok aku ora tau ngerti ?
Ibu       : walah , kowe ora ngerti ta dhik.
Bu lek : boten kok mb , yen ngerti nggih boten takon mb. 
Ibu       : anakku Fitri kuliyah ana ing UNNES dhik.
Bu lek : wis dadi bocah Semarang tenan ponakan ku saiki
Ibu       : iya dhik wong ya uripe saben dina ne ana ing Semarang kok
Bu lek : lha saiki fitri ana ngendi mb ?
Ibu       : lha kae ana ing omah dhik. Fit . . .renea sik ndhuk
Fitri     : nggih bu , wonten punapa ?
Ibu       : ora ana apa-apa ndhuk. Kepriye kuliyah mu ing UNNES seneng apa ora ?
Fitri     : wahh , remen sanget bu , kancanipun kathah ugi dosenipun
Ibu       : iya wis fit , ibu iya melu seneng yen awak mu bisa sreg karo anggonmu kuliyah
Bu lek : lha anggon mu OSPEK rasane kepriye fit ?
Fitri     : menawi dipunraosaken menika wonten ingkang sekeca kaliyan wonten ingkang boten sekeca
Ibu       : lha kok bisa ngono kepriye fit ?
Fitri     : amargi sekedhik-sekedhik wonten hukumanipin
Bu lek : iya wis pancen sing jenenge golek ilmu iya ana rekasane barang
Fitri     : nggih bulek , menika sampun kula tampi kanthi ikhlas
Bu lek :iya bener kuwi fit ,  lha kepriye rasane dadi bocah kos-kosan ?
Fitri     : ruwet sanget bulek, kula badhe napa-napa kedah piyambak. Dadosipun kula kedah saged ngendum wekdal menika.
Bulek   : o . .ngono ta fit, yen ngono kowe kudu pinter-pinter anggonmu mbagi wektu ben ora sia-sia.
Fitri     : nggih bulek
Ibu       : ya ngono kuwi fit. Dadi bocah kudu pinter lan bener lan karo kanca-kanca kudu padha rukun.
Fitri     : nggih bu, bulek sugeng dalu sugeng sare
Ibu & bulek : iya fit.

            

Wujude Ati


Ati, Bisa Molah-Malih
Ati mono kalebu peranganing awak sing utama. Upama awak iku sawijining komputer, ati kena dipadhakake piranti lunak. Mapane ing rongga dhadha sisih ngisor. Senajan kalebu organ jero nanging ati bisa dirogoh. Apa ora mbilaheni?
Miturut kagunane ati iku kalebu organ ekskresi, yaiku organ sing dadi papan mrosese zat-zat sing wis ora migunani tumrap awak, sing arupa cairan, kayata urin, kringet, lan uga banyu. Dene sing diasilake ing ati wujud cairan empedu, sing saben dina watara setengah liter akehe. Empedu sing wernane semu ijo iku diwadhahi kanthong empedu (vesika pelea), wong Jawa olehe ngarani peru.
Menawa saluran empedu iku katutup kolesterol bisa nuwuhake batu empedu, mahanani empedu ora bisa disimpen ing jero kanthong empedu lan langsung tumuju mlebu ing peredaran getih. Wusana warna getih dadi semu kuning, lan iki sing diarani penyakit kuning.
Ati uga dadi papane ngrombak 10 yuta sel darah merah sing wis tuwa (rusak), dadi bisa digunakake maneh kanggo kepentingan organ liyane. Lan uga minangka siji-sijine kelenjar sing bisa ngasilake enzim orginase. Dene enzim iki bisa milah-milah asam amino orginin dadi asam animo ornitin lan urea. Dene asam amino ornitin iku duwe faedah ngiket CO2 lan NH3 sing nduweni sifat racun. Mula bisa dibayangake, yen ati iku rusak, ora bisa dimanfaatake maneh. Anane mung nuwuhake lelara.
1.     Lara Atine
Yen ana wong sing dienyek utawa ora diajeni adate banjur kandha lara atine. Kamangka ora ana gangguan apa-apa tumrap “kerjane” ati. Wong iku tetep sehat wal afiat. Isih kuwat mlayu adohe sepuluh kilometer, isih bisa numpak pit, isih gelem nyambut gawe. Nanging geneya wong kasebut kandha lara atine?
Ing hadis Nabi Muhammmad SAW disebutake ing jero awak iki ana perangan sing yen kahanane apik, bakal becik kahanane umat manungsa. Suwalike yen barang kasebut rusak, bakal rusak kabeh lelakone manungsa. Barang kasebut yaiku ATI. Mangka lara iku kalebu kahanan sing lagi ora apik. Mula ora aneh yen wong sing lagi lara atine bisa nesu, ngamuk, malah nekad ngayut tuwuh. Kok ya cupet temen nalare?
2.     Ngrogoh ati , ngranggeh rempela
Apa bener ati iku bisa dirogoh? Yen diwawas saka segi ilmiah kok kaningaya temen? Nanging yen winawas sacara simbolik, cetha manungsa iku bisa dirogoh atine. Ati mujudake punjer moral sosiale manungsa. Mula yen ana wong sing kejem lan wengis, adate banjur diarani wong ora duwe ati nurani. Wong yen wis bisa ngrogoh atine wong liya sarta katurutan sedyane, adate banjur dadi ngambra-ngambra kekarepane. Yen wis oleh ati banjur kepengin ngranggeh rempela. Nglunjak, sakarepe dhewe.
3.     Mambu atine
Senajan wis dibungkus kanthi rapet lan primpen, tetela sing jenenge ati iku tetep bisa “diambu”. Mambu ati kena diarani wis dadi kembange wong urip. Kamangka yen bener-bener mambu, wah, bakal ngerteni wewadine wong liya. Beja dene Gusti Allah wis nakdirake yen manungsa iku ora duwe kaluwihan kaya mangkono. Mambu ati mung bisa dimangerteni lan dirasakake dening wong sing lagi duwe rasa sir mligine marang liya jinis. Dene sing lagi disir ora mesthi bisa ngrasakake yen ana wong liya sing lagi mambu ati marang dheweke. Mula wong sing lagi mambu ati marang wong liya adate goreh banget. Yen ora kepethuk sajak kepengin banget kepethuk, nanging yen wis adhep-adhepan adate banjur dadi blingsatan. Clegukan ora bisa ngomong. Apa maneh yen olehe “jatuh ati” iku kanggo sing pisanan sawise ngancik dewasa. Wah, wah….
4.     Ngati-ati
Geneya mung ati wae sing kanggo tandha pepenget? Apa ora ana bagiyan awak liyane sing kena kanggo pepeling lan pepenget. Upamane sikil, tangan: nyikil-sikil, njantung-jantung, lan liya-liyane?
Nalika putra-putri panjenengan arep lelungan adoh utawa nggawa barang sing pengaji, mesthi diwanti-wanti supaya sing ngati-ati. Ngati-ati aja nganti lena, bokmenawa ana copet, ngati-ati neng dalan aja menga-mengo. Apa maneh yen ana sesambungane karo dhuwit, “Ngati-ati Ndhuk anggone nganggo dhuwit, iku mung pas-pasan. Kudu cukup kanggo sawulan lho….”
Adate bocah sing dikandhani banjur muncu-muncu, “Walah Ibu iki, kok ora percaya temen karo aku.”
Pancen sing jenenge bocah durung ngerti sepira angele golek dhuwit. Ngertine mung njaluk lan kudu dituruti. Niru cilikane bapake biyen he… he… he!
5.     Bisa atos
Ati iku dadi papan dununge wateg. Wateg iku ilange yen wis dipeteg, dikubur. Wong sing atine “atos” sering disepatani wong liya. Apa maneh wong sing atine atos iku duwe panguwasa, duwe raja brana alias sugih, utawa kaluwihan liyane sing ora diduweni dening wong liya. Ing samubarang kalir njaluke menang utawa dimenangake. Anggepane apa-apa iku bisa dituku nganggo dhuwit. Dikandhani ngeyel, diwenehi ngerti ngakune wis pinter, adate omongane sengak, ana ing sesrawungan karepe kudu dadi pemimpin.
Geneya ilange wateg yen wis dipeteg? Manungsa iki asale saka lemah, lan bakal bali maneh marang lemah. Mula yen wis dipeteg dikubur neng lemah bakal bosok, ora ngribeti maneh ing pasrawungan.


AJISAKA

AJISAKA

Kacarita ing jaman mbiyèn ana wong saka Tanah Hindhustan anom jenengé Aji Saka. Dhèwèké putrané ratu, nanging kepéngin dadi pandhita sing pinter. Kasenengané mulang kawruh rupa-rupa. Dhèwèké banjur péngin lunga mencaraké ngèlmu kawruh ing Tanah Jawa.
Banjur anuju sawijining dina Aji Saka sida mangkat menyang Tanah Jawa, karo abdiné loro sing jenengé Dora lan Sambada. Bareng teka ing Pulo Majethi padha lèrèn. Aji Saka banjur nilar abdiné loro; Dora lan Sambada ing pulo iku. Déné Aji Saka karo Sembada arep njajah Tanah Jawa dhisik. Dora diweling ora olèh lunga saka kono. Saliyané iku Dora wau dipasrahi keris pusakané, didhawuhi ngreksa, ora olèh dielungaké marang sapa-sapa. Aji Saka banjur tindak karo abdiné, Sembada menyang ing Tanah Jawa. Njujug ing negara Mendhang Kamolan. Sing jumeneng ratu ing kono ajejuluk Prabu Déwata Cengkar. Sang prabu iku senengané dhahar dagingé wong. Kawulané akèh sing padha wedi banjur padha ngalih menyang negara liya. Patihé diarani Kyai Tengger.

Kacarita Aji Saka ana ing Mendhang Kamolan jumeneng guru, wong-wong padha mlebu dadi siswané. Para siswané padha tresna marang Aji Saka amarga dhèwèké seneng tetulung.
Nalika semana Aji Saka mondhok nèng omahé nyai randha Sengkeran dipèk anak karo nyai randha. Kyai patih karo nyai randha iya wis dadi siswané Aji Saka. Anuju sawijining dina sang prabu Déwata Cengkar duka banget ora wong manèh sing bisa didhahar. Aji Saka banjur saguh dicaosaké sang nata dadi dhaharané. Sang nyai randha lan patih dadi kagèt banget. Nanging Aji Saka celathu yèn wong loro iku ora usah kuwatir yèn dhèwèké ora bakal mati. Banjur Aji Saka diateraké ngadhep prabu Déwata Cengkar.
Prabu Déwata Cengkar ya rumangsa éman lan kersa ngangkat Aji Saka dadi priyayi, nanging Aji Saka ora gelem. Ana siji panyuwuné, yaiku nyuwun lemah saiket jembaré. Sing ngukur kudu sang prabu dhéwé.
           
            Sang Prabu Déwata Cengkar iya banjur nglilani. Nuli wiwit ngukur lemah diasta dhéwé. Iketé Aji Saka dijèrèng. Iketé tansah mulur baé, dadi amba serta dawa. Iya dituti waé déning sang prabu. Nganti notog ing segara kidul. Bareng wis mèpèd ing pinggir segara, iketé dikebutaké. Déwata Cengkar katut mlesat kecemplung ing segara. Malih dadi baya putih, ngratoni saisining segara kidul.
           
            Sakbubare kuwi, Ajisaka diangkat dadi Raja Medang Komulan. Ajisaka eling marang Dora lan meling Sembada supaya marani lan ngajak Dora urip bareng ing Medang Komulan. Sembada banjur mangkat marani Dora. Saktekane ing panggonane Dora, Sembada njaluk kerise Ajisaka lan ngabari yen Ajisaka wis dadi Raja Medang Komulan lan ngajak urip bareng ing kono. Nanging , Dora eling marang dawuhe Ajisaka supaya kerise ora oleh dielungke marang sapa-sapa. Sidane, antarane wong loro kuwi dumadi salah paham lan pada padu. Amarga pada sektine, wong loro mau mati bareng.

            Pirang-pirang minggu urung entuk kabar, Ajisaka sidane mapak loro abdine mau. Nanging, saktekane ing panggonane Dora, Ajisaka kaget amarga reti loro abdine uwis dadi bangkai. Susah lan nyesel amarga tumindake kang kurang ati-ati, Ajisaka banjur nulis tulisan ing godhong lontar. Kang teka saiki dikenal kanthi Aksara Jawa.­

Rasa Tresna

Rasa

Aku ilang rupa ilang sejatine raga
Suwe ilang rasa . . .
Rasa seneng marang apike ndonya
Tresna marang sliramu
Sumusum sak jeroning ati
Kaya surya ngangetne bumi kangmas
Wektuku wes ilang muspra
Nanging tresna rumeksa ing wengi luputa ing lara
Teguh nglagus sliramu
Kaya cahyaneng candra ing sak jeroning wengi
Aku tresna marang sliramu cah bagus

Nganti sak enteke ing wektu